Oleh : Theresia Sri Rahayu, guru di SDN Waihibur Kab. Sumba Tengah Provinsi NTT
Hari Sabtu, 16 Maret 2019 adalah hari yang sangat ditunggu – tunggu. Setelah sepekan beraktivitas di RECSAM, kini tiba waktunya untuk “Mencuci Dompet”. Setelah sarapan, kami berkumpul pada pukul 08.00 di foyer RECSAM. Tak sabar menunggu Bas Persiaran untuk pusing – pusing selama satu hari. Tak lama, Bas pun datang. Kami bergegas menaiki bas. Dalam perjalanan, Mak Cik Cindy sebagai tour guide kami, menjelaskan tentang tempat – tempat yang akan kami kunjungi dalam tour hari ini. Pertama, tentang sejarah Penang Hill yang disebut juga sebagai Bukit Bendera. Ternyata pada masa dahulu, orang – orang pribumi yang tinggal di sekitar kawasan Bukit Bendera, terutama di Air Putih dan Air Itam, naik ke atas bukit untuk memasang bendera. Sehingga dulu kawasan Bukit Bendera tidak dibuka untuk wisatawan. Mak Cik juga menjelaskan bahwa untuk sampai ke puncak bukit, di masa sekarang senang saja karena boleh naik kereta. Penang Hill mempunyai ketinggian 833 mdpl, bila ditempuh dengan naik kereta, maka saat ini ditempuh dengan masa 5 menit. Tapi, sebelum dioperasikan dgn komputer, dulu masa untuk mencapai bukit adalah 15 menit sampai pertengahan bukit, lalu tukar kereta sampai puncak selama 15 menit lagi. Naik 1 jam, turun juga 1 jam. Jadi sekarang lebih menjimat masa, kata Mak Cik Cindy.
Peserta tour menunggu tibanya Bas Persiaran untuk Penang Tour
Omong – omong, Mak Cik ini usianya sudah 70 tahun, namun masih sangat energik. Mak Cik pun bercerita tentang kesukaannya makan makanan yang pedas. Sekali waktu, saat beliau sakit, beliau mengatakan “Lebih baik mati daripada tidak boleh makan pedas”, ternyata keluarganya pun punya selera yang sama, makan yang pedas. Mak Cik juga pernah berkunjung ke beberapa destinasi wisata di Indonesia, seperti ke Brastagi, Danau Toba, Gunung Bromo dan Yogyakarta. Mak Cik sangat terkesan dengan makanan khas dari daerah – daerah di Indonesia, seperti : kue lapis, bika ambon, dan gudeg. Selain itu, Mak Cik juga mengatakan bahwa beliau sangat mengagumi batik dari Indonesia. Bila ada kesempatan, beliau akan membeli kain untuk nanti dijahitnya sendiri menjadi baju batik. Beliau memamerkan baju batik yang dikenakannya saat ini. Memang dari awal, saya sudah menduga – duga, sepertinya baju yang dipakai oleh Mak Cik adalah baju batik dari Indonesia, dan ternyata memang benar.
Foto bersama Mak Cik Cindy, pemandu Penang Tour hari ini
Kekaguman Mak Cik, mengingatkan saya tentang kemasyuran Indonesia yang mempunyai ragam budaya luar biasa, mulai dari makanan khas, tarian, baju adat, rumah adat, dst. Karena asyik sekali menyimak cerita dari Mak Cik Cindy, tak terasa kami sudah sampai di Kawasan Penang Hill. Setelah turun dari Bas, kami berjalan menuju tempat antri tiket untuk naik kereta ke atas puncak bukit. “Karena ada keutamaan, tak payah antri tiket.” Ujar Mak Cik. Jadi, kami lewat jalur khusus untuk naik kereta. Saya mengingat – ingat ucapan Mak Cik tentang ketinggian Penang Hill dan membayangkan kereta yang akan kami tumpangi melesat dalam waktu 5 menit, dengan track yang curam hingga kemiringan bukitnya mencapai kurang lebih 45 derajat.
Kawasan Penang Hill, Malaysia
Foto kereta yang akan membawa kami menuju penang Hills
Waktu yang ditunggu – tunggu pun tiba, kami disilakan masuk ke dalam kereta. Saya memilih duduk di bagian depan dengan beberapa teman. Rasa penasaran dan kekhawatiran, bercampur jadi satu. Karena ini adalah pengalaman baru naik kereta dengan kemiringan tertentu dan bergerak vertikal, sungguh excited. Saya memberikan sugesti pada diri sendiri agar tidak perlu takut dan berpasrah pada kehendak Tuhan, apapun yang akan terjadi, dan berusaha agar dapat menikmati sensasi naik kereta ke Penang Hill. Ternyata, setelah beberapa menit perjalanan, saya mulai bisa menikmati sensasinya. Kuncinya, jangan lihat ke belakang atau ke samping. Teman saya melihat ke belakang dan melihat jurang di sebelah jalur kereta. Sesekali, ia mengekspresikan ketakutannya. Saya pun berusaha menenangkannya. Selama menuju puncak, kereta berhenti dua kali. Di bagian yang pertama karena ada kereta lain, dan bagian kedua karena ada penumpang yang naik dan turun di pemberhentian untuk para pekerja dan karyawan. Sehingga ramai juga orang yang naik dan turun di kereta ini. Ketika sudah mendekati puncak, pengumuman terdengar di seluruh lorong kereta, menghantarkan kelegaan kami. Cepat – cepat kami pun beranjak ke luar. Mak Cik memastikan kami sudah ada di luar dan siap menjelajah Penang Hill.
Pemandangan sepanjang jalan menuju Penang Hill dari dalam kereta
Dari tempat kami turun, kami berjalan kaki sekitar 10 menit ke bagian inti dari Bukit Penang, di mana jelas terpampang tulisan “Selamat Datang di Bukit Bendera”. Kami pun disilakan menjelajah bagian bukit ini, dan harus berkumpul kembali pada pukul 10.30 waktu Malaysia. Saya pun tak membuang masa percuma, saya berpose di beberapa tempat menarik di bagian puncak. Ekspresi kegembiraan saya dan teman – teman makin bertambah ketika kami menyewa kereta wisata untuk berkeliling. Satu kereta bisa dinaiki oleh 5 – 6 orang. Tarif yang dikenakan adalah RM 5 / org. Sepanjang perjalanan, driver kereta wisata akan menjelaskan tentang spot – spot yang ada di Bukit Penang dan mengambil beberapa kesempatan untuk berfoto. Di perhentian kereta wisata yang pertama, kami berfoto dengan latar Kota Penang yang terhampar cantik di bagian bawah bukit, sedangkan di kanan dan kiri bukit, pepohonan rindang nan hijau dan pokok – pokok durian meneduhkan cuaca di sekitarnya. Spot berikutnya, kami berhenti di Monkey Cup Station, di sana ada beberapa tempat duduk dari batang kayu, bunga anggrek dan sulur – sulur tanaman yang merambat di pagar besi. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan dan singgah untuk berfoto lagi di salah satu rumah penduduk asli di Bukit Penang.
Salah satu spot di Penang Hill yaitu Monkey Cup Station
Dulu, rumah itu dihuni oleh para pejabat Inggris saat menjajah Malaysia, namun lama kelamaan digunakan oleh pribumi. Rumah – rumahnya terkesan sederhana, dengan kebanyakan material bangunan dari bahan kayu, dengan dominasi warna – warna putih dan coklat natural. Bunga – bunga cantik berwarna – warni menghiasi sekeliling rumah. Tampak asri dan sejuk dipandang mata. Sekarang, fungsi rumah – rumah itu adalah sebagai tempat peristirahatan, mungkin seperti villa. Kami tak berlama – lama di sana, setelah itu, kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke tempat semula. Driver menjelaskan bahwa orang kaya No. 2 di Malaysia juga punya asset di kawasan Penang Hill. Selain itu, ada juga tempat peristirahatan untuk pemerintah. Kereta pun berjalan dengan perlahan, ternyata sudah hendak sampai di tempat semula.
Salah satu rumah pribumi di Kawasan Penang Hill
Kami pun turun dan berjalan ke spot lainnya. Saya bertemu dengan Pak Amiri dan Pak Taufik. Saya dengar mereka mau beli es ABC. Wahhh … Saya pun langsung tertarik. Karena Es ABC ini sangat terkenal di kalangan peminat cerita Upin dan Ipin. Yaa, hari – hari pun di rumah, saya dan anak saya, selalu nonton Upin dan Ipin. Pun teman – teman yang yang lain, selalu cakap, “Nanti titip salam untuk Upin dan Ipin”, kata mereka. Kami bertiga masuk di kawasan Cafe 88, penyedia Es ABC. Saya pun tengok kanan – kiri, cari – cari Uncle Munthu, yang jual Es ABC , tapi rupanya tak ada. Sangat ramai suasananya, sehingga kami kena tunggu sambil berdiri. Tak apalah, walaupun sesekali melihat jam, karena harus kembali ke tempat kumpul tepat waktu. Datanglah masa nya kami dapat Es ABC, serooonookk sangat. Satu mangkok besar Es ABC kena bayar RM 5. Pak Amiri pesan Es Leci, harganya RM 6. Saya tengok Pak Amiri lesu, saya tanya “Kenapa ?”, lalu dia bagi tahu hal, Es yang dipesannya macam bakso, katanya. Saya pun penasaran, dan Pak Taufik coba merasakannya. Kami pun tertawa terbahak – bahak. Saya pun mencoba Es ABC, rasanya Woooww … Enaakk sekali. Es krim bagian bawah keras, macam es batu yang diserut, lalu diberi sirup manis. Bagian atas, ada jelly, kolang – kaling, cendol, kacang dan es krim yang lembut sekali dengan rasa vanila dan sari buah. Patutlah, Upin – Ipin pun cakap kalau Es ABC itu Best. Kami pun demikian.
Es ABC sangat popular di Indonesia, kombinasi es batu serut, sirup, kacang, es krim yang lembut, serta jelly
Dalam perjalanan menuju tempat naik kereta menuruni bukit, kami mampir di tempat teropong untuk melihat Kota Penang secara utuh. Caranya, kita letak dulu uang RM 1 ke dalam vending machine, lalu otomatis lensa akan membuka dan teropong siap digunakan. Berikutnya, kami tergesa – gesa menuju stasiun kereta. Mak Cik sudah menunggu kami dan membagi kartu kereta seorang – seorang. Karena ada keutamaan semula, kami tak payah mengantri, langsung masuk ke bilik tunggu dan tak lama, kami disilakan naik kereta turun bukit. Kali ini saya pun naik di bagian depan kereta, nak rasakan sensasi seperti naik roller coaster. Tadi waktu berangkat, sensasinya naik ke atas bukit vertikal dengan kemiringan hingga 45 derajat, bila balik, menurun cepat dari ketinggian. Tapi, lagi – lagi kami cuma tertawa dan berusaha menikmati perjalanannya. So, ekstremely journey. Ternyata, Penang Hill memang sangat diminati oleh wisatawan lokal dan internasional. Selain menyuguhkan wisata alam yang indah, harganya pun jimat. Namun, saya tidak boleh bagi tahu berapa harga tiket naik kereta, karena kami difasilitasi oleh Panitia Recsam dalam rangka Tour to Penang Heritage, jadi kami boleh naik kereta pulang pergi dengan percuma.
Perjalanan kami lanjutkan dengan menumpang Bas semula dengan No PNA 8083. Bas bawa kami ke George Town. Sepanjang perjalanan, saya melihat – lihat banyak flat (apartemen). Menurut keterangan Mr Kok, masyarakat pada umumnya tinggal di flat dan ini merupakan salah satu kebijakan dari pemerintah. Akhirnya, kami pun tiba di kawasan George Town, kami masuk ke satu kawasan perniagaan untuk “Mencuci Dompet”, itu istilah Mak Cik Cindy, katanya kalau jalan – jalan tanpa belanja tidak puas. Saya dan teman – teman pergi ke salah satu kedai baju dan souvenir. Ternyata penjualnya adalah orang Indonesia. Dia sudah lama berada di Malaysia dan sekarang bekerja di kedai yang kami datangi. Banyak barang yang dijual di sana. Baju, bag, gantungan kunci, dan aneka souvenir dengan harga terjangkau. Mulai dari RM 8 sampai puluhan ringgit. Saya pun membeli beberapa barang untuk oleh – oleh keluarga di Indonesia. Di kedai ini, kita kena tawar barang, supaya dapat harga murah.
Beberapa rumah tinggal penduduk yang disebut flat, seperti apartemen
Setelah penat berbelanja di kedai, saya pun menyeberang jalan dan masuk ke My Din. My Din adalah toko besar, seperti toserba. Saya bertemu dengan beberapa teman yang sedang membeli minuman Milo. Mereka sangat tertarik untuk membelinya, katanya Milo yang di Malaysia lebih enak dibandingkan di Indonesia. Saya pernah minum Milo di Indonesia, tapi tidak terlalu suka, tapi saya coba telepon ke keluarga, menawarkan Milo, namun mereka pun tidak mau. Akhirnya, perhatian saya tertumpu pada colouring book bergambar ultraman. Anak saya sangat senang menonton film ultraman, lalu saya membelinya supaya dia senang. Setelah itu, saya kembali ke kedai souvenir, menjumpai teman – teman yang masih berbelanja di sana. Lembaran demi lembaran uang ringgit pun ke luar dari dalam dompet dengan mulusnya. Karena sudah tengah hari, kami pun mencari makanan. Pemilik kedai souvenir menghantarkan kami pada rumah makan padang. Luar biasa, orang Padang berjaya di mana – mana, di luar negeri pun boleh. Saya memesan soto plus nasi dan minum teh o sejuk. Lho, rumah makan padang kok bisa pesan nasi soto ? Ya, ternyata rumah makan padang ini pemiliknya satu orang, lalu kedainya dipisah namun tetap bersebelahan. Kedai yang saya dan para mak cik tempati, adalah bagian kedai campuran, jadi menunya bukan menu Padang saja.
Puas makan soto dan minum teh o sejuk, saya pun melompat ke kedai sebelah, membungkus nasi dan lauk untuk nanti malam. Kemudian, saya dan teman – teman kembali ke tempat perkumpulan yang telah disepakati. Pukul 13.45 waktu Malaysia, Bas persiaran tiba menjemput kami. Perjalanan dilanjutkan menuju mesjid terapung dan chocolate factory. Dalam perjalanan menuju mesjid terapung, saya sempat tertidur di Bas, karena penat setelah pusing – pusing. Saya sempat turun sebentar ke kawasan mesjid terapung dan mengabadikan foto di sana. Keunikan mesjid ini selain arsitekturnya yang bagus, juga karena mesjid ini terapung. Ya, di satu sisi mesjid, saya melihat air laut dan kapal – kapal kecil yang terayun – ayun ombak di laut. Jadi selain memiliki fungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, mesjid ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi di Pulau Penang, Malaysia.
Kawasan Mesjid Terapung di Pulau Penang, Malaysia
Setelah itu kami pun menuju chocolate factory. Mak Cik cakap kita boleh try coklat – coklat di sana. Kami pun masuk ke dalam kedai. Ramai sekali orang di dalam, kita kena hati – hati, supaya aman. Kena jaga bag dan dompet. Bagian pertama, petugas kedai akan mempresentasikan bagaimana proses pembuatan coklat dari biji coklat hingga menjadi coklat yang siap disajikan dalam bentuk kemasan. Saya try beberapa macam coklat, ada dark chocolate, white chocolate, tiramisu, dll. Saya lebih suka white chocolate, tidak pahit. Saya pun berkeliling mencari coklat dengan harga terjangkau. Akhirnya saya membeli beberapa box coklat, yaitu coklat hitam dan coklat putih. Ya, lumayanlah untuk oleh – oleh. Lalu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju George Town lagi untuk melihat street art, namun ketika Bas sudah tiba di lokasi, kami memutuskan untuk pusing balik, alasannya sudah penat. Maka, kami pun pusing balik menuju RECSAM. Penat sangat, peluh pun dapat, tapi serrrooonnokkk sangat.
Benar – benar hari mencuci dompet.
White chocolate dan Dark Chocolate di Chocolate Factory, Penang – Malaysia.